Kamis, 01 Oktober 2009

Hacker Beritikad dan Kode Etik

Dengan semakin mendunia jaringan komputer dan internet, tempat kita hidup seolah menjadi sempit. Dengan internet, kita bisa berkeliling dunia tanpa harus tersesat, walau sebatas dunia maya.

Namun, tentu saja berbagai dampak dari globalisasi jaringan tersebut tidak menutup kemungkinan data yang ada dalam sebuah server bisa diubah atau dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh, beberapa bulan lalu situs Depkominfo dan Partai Golkar terkena hack, kemudian tanggal 2 Mei 2008 salah satu media massa terkemuka juga kena sasaran hacker. Apa sebenarnya maksud dan tujuan para hacker? Dan, siapa sebenarnya mereka?

Topi putih

Hacker sejati sering juga disebut hacker ”topi putih”, motivasinya yang sama dengan perintis mereka, para hacker MIT, yaitu untuk mempelajari seluk-beluk sistem komputer yang ditemui. Mereka masih memiliki kode etik dengan prinsip tidak merusak.

Salah seorang hacker jenis topi putih yang dikenal hanya dengan nama ”Handle” pernah mengatakan, ”Hacker yearn for knowledge, and prosses a limitless curiosity for the internal works of the system. They usually have extensive knowledge in one or more programming languages. They do NOT purposefully damage or delete file.”

Pada praktiknya, semua hacker melakukan penyusupan, dan penyusupan memang melanggar bila dilakukan pada jaringan bukan milik sendiri. Namun, karena motivasi mereka adalah murni untuk belajar, para hacker sejati selalu berusaha untuk tidak mengubah apa pun sehingga administrator sistem tidak akan merasakan ada kejanggalan dalam sistemnya.

Bahkan, kadang-kandang ada juga hacker yang memberi tahu administrator suatu sistem apabila ditemukan kelemahan fatal pada sistem suatu perusahaan. Karena sifat mereka yang demikian, jarang terjadi hacker sejati mendapat masalah dengan pihak berwajib.

Tidak sedikit para hacker sejati sering menjadi pakar komputer maupun profesional TI setelah ”pensiun” dari kegiatan hacking mereka. Sampai saat ini banyak tokoh hacker sejati yang memberikan sumbangan yang signifikan pada perkembangan dunia TI.

”Hacker” jahat<

Hacker tipe ini menyalahgunakan kemampuan mereka untuk melakukan kejahatan komputer, mulai dari pencurian nomor kartu kredit hingga merusak server milik pemerintah, perusahaan, ISP, dan lain-lain. Karena tindakannya, mereka cenderung berada dalam konflik dengan petugas, administrator jaringan, ataupun para hacker ”topi putih”.

Ketika hacker jahat melakukan aksi, akan ada hacker ”topi putih” yang menawarkan jasa kepada korban untuk melacak hacker jahat ini. Dan, sebagian hacker ”topi putih” memberikan istilah bagi para hacker jahat dengan ”cracker”.

Awalnya hacker kelompok ini tidak memulai karier dengan motivasi kriminal, mereka biasanya memulai karier hacking dengan rasa ingin tahu. Namun, dalam perjalanannya mulai berpikir untuk menyalahgunakan apa yang telah mereka pelajari di masa awal karier hacking mereka.

”Bogus hacker”

Muncul sebagai ekses tersebarnya informasi tentang hacking dan keamanan komputer, kelompok yang disebut sebagai bogus hacker ini berjumlah cukup banyak. Aktivitas mereka sama dengan kedua kelompok sebelumnya, sering kali agak condong ke kelompok hacker kriminal dan mereka biasanya tidak setertutup kedua kelompok sebelumnya, bahkan cenderung menyombongkan diri.

Meskipun aktivitas mereka juga melakukan hacking, sebenarnya mereka tidak dianggap sebagai bagian dari kelompok hacker, baik hacker sejati maupun hacker jahat.

Kelompok hacker sejati dan hacker jahat memperoleh keahlian hacking sebagai usaha mereka dalam belajar. Mereka mampu menyusup ke dalam sistem komputer yang memiliki pengamanan karena mereka memang mampu. Terlepas dari baik buruknya itikad mereka, keahlian mereka memang di atas rata-rata.

Sementara para vandal komputer biasanya hanya tahu sedikit mengenai seluk-beluk komputer. Yang umum mereka lakukan adalah mencari situs-situs internet yang menyediakan program-program hacking yang sudah jadi atau instan, men-download program dan duduk santai sementara program tersebut bekerja.

Hal ini dimungkinkan karena banyak program bantu hacking dengan sedikit modifikasi. Lebih buruk lagi, biasanya para vandalis komputer atau bogus hacker, sering sesumbar sebagai hacker elite dan masuk ke dalam sebuah sistem tertentu dan merusaknya.

Samurai ”hacker”

Samurai dalam jargon hacker merujuk pada ”sekelompok hacker bayaran yang melakukan hacking legal atas permintaan penyewanya”. Saat ini bukan hal aneh apabila suatu perusahaan menyewa jasa hacker atau kelompok hacker untuk menguji sistem keamanan komputer mereka. Konsepnya adalah ”membobol sistem komputer milik sendiri untuk meningkatkan keamanan”. Dalam hal ini, para samurai hacker hanya melakukan hacking legal untuk membantu pengamanan suatu jaringan komputer.

Tiap profesi biasanya memiliki kode etik, misalnya dokter, dengan kode etiknya yang berasal dari ajaran Hipokrates. Para hacker sejati pun punya kode etik sendiri. Kode etik ini berkembang sejak munculnya para hacker di MIT (Massachusetts Institute of Technology) pada tahun 1960-an, dan kode etik pertama tercatat dalam buku hacker Heroes of the Computer Revolution karya Steven Levy.

Meski telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan, para hacker sejati setuju bahwa prinsip pokok adalah tidak ”merusak”. Prinsip lain para hacker sejati tidak mengubah file apa pun, kecuali menghilangkan jejak.

Para hacker sejati berusaha agar kehadirannya, kalau bisa, tidak disadari oleh pemilik sistem yang dimasukinya. Namun, agar kehadirannya tetap tidak diketahui, mereka akan menghapus jejak mereka, biasanya dengan mengedit berbagai file log dari sistem tersebut.

Hacker sejati percaya bahwa informasi dan pengetahuan adalah hak tiap orang dan tidak boleh dimonopoli oleh pihak tertentu. Lebih jauh, hacker berpendapat bahwa akses tersebut harus total dan mereka berusaha menghilangkan penghalang antara manusia dan teknologi.

Bagi banyak hacker, membuka data-data suatu perusahaan, apalagi perusahaan besar, tidak menjadi masalah selama prinsip tidak merusak serta tidak memanipulasinya. Namun, berdasarkan peraturan perundang-undangan akan lain ceritanya karena memasuki rumah orang tanpa permisi.

Selain yang dijelaskan di atas, ada beberapa kode etik yang tidak tertera secara umum, umpamanya tidak menggunakan program bantu, tidak meng-hack komputer perintah, dan ”asas bela diri” atau menggunakan kemampuan hacking untuk membalas serangan atau tekanan dari pihak yang berkuasa.

0 komentar:

Posting Komentar